TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER

KELOMPOK 13
Chairuna Syahputri Nst 09-029

Sri Rahmi Wahyuningsih Hrp 09-053

Jelita Kurnia Ningsih Hrp 09-095


PEMBELAJARAN
Hal yang mendasar dari teori kognitif sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan pembelajaran terbaik dari semua ini adalah pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences).

Pembelajaran dengan Mengamati (Observational Learning)
Bandura yakin bahwa tindakan mengamati merupakan belajar tanpa berbuat apa pun. Teori kognitif sosial adalah manusia belajar dengan mengamati perilaku orang lain.
Pembelajaran manusia yang utama adalah dengan mengamati model-model, dan pengamatan inilah yang terus-menerus diperkuat. Bandura (1986, 2003) yakin bahwa pembelajaran dengan mengamati jauh lebih efisien daripada pembelajaran dengan mengalami langsung.

Pemodelan
Inti pembelajaran dengan mengamati adalah pemodelan (modelling). Yaitu, pemodelan melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, lebih dari sekedar menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain karena sudah melibatkan perepresentasian informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan.
Empat proses yang mengatur pembelajaran dengan mengamati:
1.        Perhatian
2.        Representasi
3.        Produksi Perilaku
4.        Motivasi

Pembelajaran dengan Bertindak (Enactive Learning)
Bandura yakin bahwa perilaku yang kompleks dapat dipelajari ketika manusia memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsekuensi-konsekuensi sebuah respons memiliki tiga fungsi. Pertama, konsekuensi-konsekuensi respons menginformasikan efek-efek tindakan. Kedua, konsekuensi-konsekuensi respons memotivasi perilaku antisipatif. Ketiga, konsekuensi respons-respons memperkuat perilaku. Bandura (1986) yakin bahwa meskipun penguatan sering kali tidak disadari dan bekerja otomatis namun, kognitif juga mempengaruhi pola-pola perilaku. Dia yakin bahwa pembelajaran jauh lebih efisien ketika pembelajar secara kognitif terlibat di dalam situasi pembelajaran dan memahami perilaku mana yang dapat menghasilkan respons-respons yang tepat.

Pengalaman Vikarius
 Diperoleh melalui model social. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain,sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengandirinya ternyata gagal. Kalau figure yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya,bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itudalam jangka waktu yang lama. Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement)adalah ketika mengamati orang lain yang mendapatpenguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orangitu

Alat yang digunakan :
1.      Laptop
2.      Proyektor
3.      Kertas origami
4.      Speaker
5.      Doubel tape
6.      Gunting
7.      Kertas HVS

Proses Pembelajaran
Dilakukanlah beberapa proses pembelajaran berdasarkan alat yang tersedia diatas:
1.      Menunjukkan video yang berisikan teknik pembuatan seni origami.
2.      Membagikan kertas origami ke peserta
3.      Peragaan pembuatan seni origami dari konseptor
4.      Peserta memodeling pembuatan seni origami
5.      Konseptor menilai hasil kreativitas terbaik dan memberikan reward kepada pemenang
6.      Mengulang proses no 1,2,3, 4, dan 5 dengan teknik pembuatan origami yang berbeda
7.      Salah satu peserta diminta komentar dari hasil pembelajaran
8.      Kemudian konseptor menjelaskan pembelajaran bandura

Pembahasan
Berdasarkan proses pembelajaran diatas ini bila dihubungkan dengan proses pembelajaran Bandura yaitu:
-          Tahapan pertama dan kedua merupakan tahap perhatian yang mana individu mengamati figur-figur yang menjadi subjek perilaku.
-          Tahapan ketiga merupakan representasi: agar pengamatan dapat membawa kita kepada pola-pola respons yang baru, pola-pola tersebut harus direpresentasikan secara simbolis di dalam memori
-          Tahapan keempat adalah produksi perilakusetelah memberi perhatian kepada sebuah model dan mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan menghasilkan perilaku. Untuk mengubah representasi kognitif menjadi tindakan yang tepat, kita harus menanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan tentang perilaku yang dijadikan model.
-          Pada tahapan selanjutnya adalah sebagai penumbuhan motivasi karena pembelajaran berikutnya lebih efektif bila termotivasi.
-          Pemberian reward pada yang berhasil merupakan penguatan vicarious. Jadi peserta yang sukses perilakunya menjadi sumber motivasi teman-teman untuk memodellingnya menjadi perilaku sukses juga.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tugas Individu


Review Jurnal

Judul Penelitian           : Prinsip-Prinsip Kognitif Pembelajaran Multimedia: Peran Modality dan Contiguity Terhadap Peningkatan Hasil Belajar
Instansi                 : Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negerin (STAIN) Palu
Abstrak                         :
Penelitian eksperimen ini untuk mengamati prinsip-prinsip kognitif pembelajaran multimedia, yaitu peran modalitas dan kedekatan dalam meningkatkan hasil belajar. Maksud dari hasil pembelajaran ini diuji dengan menggunakan retention test, transfer test and matching test. Pelaksanaan eksperimen terdiri dari empat kelompok, kelompok N (Narasi), kelompok TI (Teks Terpadu), kelompok ST (Dipisahkan Teks) dan kelompok kontrol. Subyek penelitian adalah 120 siswa dan siswi dari 19-21 tahun, semester II dan IV, tahun akademik 1999-2001 dari Departemen Pendidikan Kurikulum dan Teknologi, Departemen Pendidikan Administrasi, Departemen Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNY, Yogyakarta.
Hasil ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar pada semua aspek (retensi, transfer dan matching) antara mahasiswa yang diberi prinsip - prinsip pembelajaran yang menggunakan spatial contiguity dan modality dengan mereka yang tidak diberi prinsip pembelajaran seperti itu.

Keywords                       : cognitive, learning, multimedia, modality, and contiguity

Latar Belakang Penelitian     :
Masyarakat Indonesia sekarang tengah memasuki era dimana seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan diwarnai oleh perkembangan teknologi informasi. Di bidang pendidikan, fokus pengajaran sekarang ini adalah bagaimana penyampaian pelajaran bisa berjalan efektif dengan menggunakan teknologi informasi.
Hasil penelitian Mousavi dan Sweller (1995), menunjukkan bahwa sumber-sumber informasi yang beragam menghasilkan muatan kognitif yang besar, kapasitas kognitif yang efektif bisa ditingkatkan bila digunakan audio dan visual.

Metode penelitian                  :
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1) kelompok N (narration); 2) kelompok IT (integrated text); 3) kelompok ST (separated text); dan 4) kelompok kontrol; dimana masing-masing kelompok berjumlah 30 mahasiswa. Usia subjek dalam penelitian ini adalah 19-21 tahun.

Hasil Penelitian             :
Hasil ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar pada semua aspek (retensi, transfer dan matching) antara mahasiswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran yang menggunakan spatial contiguity dan modality dengan mereka yang tidak diberi prinsipprinsip pembelajaran seperti itu.
Penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar terlihat lebih baik apabila materi audio dan visual (narration) disajikan secara bersamaan karena kapasitas working memory dapat ditingkatkan. Hal ini membuktikan bahwa dengan menggunakan modality dalam belajar melalui multimedia dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar juga terlihat lebih baik apabila informasi visual disajikan dalam bentuk teks yang menyertai gambar secara dekat (integrated teks) daripada teks dan gambar yang terpisah (separated teks), karena kedua sumber visual tidak dipisahkan secara spatial sehingga kedua informasi dapat diakses secara bersamaan. Terbukti bahwa dengan menggunakan spatial continguity dalam belajar melalui multimedia, dapat meningkatkan hasil belajar.

Kesimpulan                             :
1.   Siswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan modality (yaitu pola narration) dan spatial contiguity (yaitu pola integrated text dan separated text) hasil belajar retensi, transfer dan matching lebih baik dibandingkan siswa yang tidak diberi prinsip-prinsip pembelajaran tersebut
2.   Siswa dalam kelompok N (narration) lebih baik hasil belajarnya dibandingkan   dengan siswa dalam kelompok IT (integreted text)
3.  Siswa dalam kelompok IT (integreted text) lebih baik hasil belajarnya dibandingkan dengan siswa dalam kelompok ST (separated text).

Klik di sini Jurnal Kognitif



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tugas Individu


Proses Pembelajaran Skinner


Pada pembelajaran hari ini, kami diberikan 3 stimulus, yaitu satu lembar kertas HVS, satu lembar kertas persegi panjang, dan satu lembar sertifikat secara mendadak. Kami disuruh untuk berkreasi dengan ketiga stimulus dan ditambah dengan sebuah pulpen.
Jika kejadian ini dikaitkan dengan teori Skinner maka kita bisa mengaitkannya dengan “elicited response” (respons yang dimunculkan), dimana ketika bu Dina memberikan ketiga stimulus tersebut, respons yang saya munculkan adalah bingung. Kemudian dikaitkan juga dengan “emmited response” (response yang dikeluarkan), yaitu saya langsung memanipulasi ketiga stimulus tersebut dengan menghasilkan tiga produk (Kertas yang dibentuk rumah, Voucher, dan sertifikat dengan nama).
Selain itu juga bisa dikaitkan dengan Stimulus diskriminatif, respons, dan stimulus penguat dari Skinner. Stimulus diskriminatif dalam kejadian ini adalah tiga stimulus yang diberikan. Respons yang dihasilkan adalah mengerjakan ketiga stimulus. Stimulus penguatnya adalah nilai yang diberikan dan juga reward yang diberikan oleh bu Dina.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa banyak pembelajaran dalam kegiatan sehari-hari yang tidak kita sadari dapat dikaitkan dengan teori Skinner. Berikut foto dari produk yang saya hasilkan:


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tugas Individu



PENGALAMAN PRIBADI BERDASARKAN TEORI SKINNER

Skinner mengidentifikasi tiga komponen belajar, yaitu stimulus diskriminatif (SD), respons (R), dan stimulus penguat (Sreinf). Setiap stimulus yang secara konsisten hadir ketika respons menghasilkan penguatan adalah stimulus diskriminatif.  Di dalam riset Skinner mengindikasikan bahwa keluaran (outcome) yang dihasilkan oleh suatu respons adalah peristiwa penting yang mengubah perilaku.
Dari teori diatas dapat dikaitkan dengan pengalaman saya. Dulu setiap saya mendapat juara di kelas, saya akan mendapatkan hadiah dari orang tua. Awalnya, orang tua saya tidak memberikan janji akan memberikan hadiah kepada saya. Setelah pengumuman di kelas dan saya mendapatkan juara, orang tua saya langsung memberikan hadiah. Dari situ saya belajar, setiap kali saya mendapat juara kelas maka saya akan memperoleh hadiah. Oleh karena itu, saya akan belajar keras untuk meraih juara kelas agar mendapatkan hadiah tersebut.
Jika dijelaskan dengan teori skinner, maka juara di kelas merupakan stimulus diskriminatif. Belajar keras merupakan respon yang saya lakukan. Dan hadiah dari orang tua merupakan stimulus penguat. Hal ini sesuai dengan defenisi belajar menurut Skinner, yaitu belajar sebagai perubahan perilaku. “Belajar bukan melakukan, belajar adalah mengubah apa yang kita lakukan”.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Kritik dan Proses Belajar Pertemuan Kedua


KELOMPOK 13:




Perkuliahan di mulai pukul 10.45. Kami menonton film ‘Kinky Boots’, yang menceritakan tentang proses belajar seorang pengusaha sepatu. Saat akan mulai dan selama pertunjukkan, kami mengalami beberapa gangguan, yaitu:

   1.   Sound System yang tidak tersedia di dalam ruangan. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mempersiapkannya.
    2.   Ketika pertunjukkan mulai, suara dari film tersebut tidak begitu jelas (mungkin karena kami duduk dekat speaker, atau karena mereka yang terlalu cepat berbicara, atau speaker yang kurang baik)
   3.   Di pertengahan pertunjukkan, laptop mengalami gangguan, sehingga film pun terhenti di tengah cerita. Dan ketika hendak mengganti laptop, laptop cadangan yang tidak tersambung pada proyektor.

Dari beberapa insiden di atas, kami juga mendapatkan pembelajaran. Bahwasanya:

      1.   Seperti dalam teori umum proses belajar (BAB I), kita seharusnya belajar dari pengalman (teori kognitif). Dalam ruangan belajar yang kami masuki, tidak semuanya memiliki sound system yang baik. Sebaiknya, sebelum pertunjukkan dimulai mengecek semua perlengkapan yang dibutuhkan.

    2.   Berdasarkan teori Gestalt, yang mengajarkan bahwa kita seharusnya peka terhadap lingkungan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, maka sebaiknya kita mempersiapkan sesuatu yang belum tentu terjadi. Ketika laptop pertama padam, dan tersedianya laptop cadangan membuat proses pembelajaran sedikit tertolong, namun kondisi proyektor yang tidak dapat tersambung dengan laptop, mengakibatkan pertunjukkan tidak dapat dilanjutkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tugas Kelompok (ANALISIS FILM)


Analisis Film Berdasarkan Teori Belajar


“KINKY BOOTS”
             Charlie Price seorang anak yang tumbuh dalam bisnis sepatu keluarga, tapi dia tidak pernah berpikir bahwa ia akan mengambil tempat ayahnya. Namun, kematian mendadak ayahnya menempatkan dia di posisi itu, hanya untuk mengetahui bahwa “Price & Sons” merupakan sepatu gagal. Ketika ia berupaya untuk menyelamatkan bisnis yang gagal. Ia melakukan penipisan pekerja, dengan memberhentikan beberapa orang karyawannya. Seorang karyawannya, Laurent, ketika hendak di pecat, ia mengeluh tentang alas kaki yang tidak memadai. Ia mengusulan untuk mengubah produk dengan model yang lebih trendi. Charlie bertemu dengan seorang penyanyi, Lola. Dan ia mendapatkan ide untuk membuat sepatu boots yang trendi. Lola yakin untuk menjadi desainer sepatu mereka dan transisi dimulai.
         Banyak hambatan yang terjadi dalam perubahan perusahaan tersebut. Nichole, yang merupakan tunangan Charlie, menyuruhnya untuk menjual perusahaan tersebut. Namun, Charlie tetap mempertahankan perusahaan tersebut. Dengan bantuan Laurent, Lola, dan seluruh karyawannya, perusahaan tersebut kembali bangkit. Dan mereka mendapatkan tawarah launching sepatu mereka di Milan, Italia. Mereka semua berusaha keras agar sepatu tersebut layak untuk diikutsertakan dalam acara fashion show tersebut.

ANALISIS MENURUT TEORI

John B. Watson (Behavioristik)
Dalam film ‘Kinky Boots’, proses pengkondisian emosi terjadi. Ketika masih kecil, Charlie Price dan Ayahnya, Harold Price berjalan-jalan di taman dan duduk di kursi taman. Saat itu ayahnya menceritakan tentang sepatu dan perusahaannya. Charlie yang sambil memperhatikan sepatunya, dan mengetuk-ngetuk sepatunya merasa bahagia, karena ia menganggap sepatu buatan ayahnya merupakan segalanya. Ketika ayahnya meninggal, dan dia (Charlie) harus mempertahankan perusahaan ayahnya yang terancam tutup, dia jalan-jalan ke sebuah taman dan duduk di kursi taman tersebut. Ia merenung dan memperhatikan sepatunya, dan ia mengetuk-ngetuk sepatunya. Seketika ia kembali bersemangat untuk mempertahankan perusahaan ayahnya.
Berdasarkan scene diatas bila ditinjau berdasarkan Watson  yang mengembangkan teori emosi. Menurut Watson, ada 3 emosi yang lahir secara nalurian yaitu cinta, marah dan takut. Ia sepakat dengan Freud yang mengatakan bahwa emosi seseorang yang telah dewasa itu dimulai sejak ia masih bayi, dan emosi dapat di transfer dari satu objek ke objek yang lainnya. Adanya reaksi emosional yang dikondisikan dengan reaksi pariental dan dipasangkan dengan stimulus yang baru, akan memfasilitasi kondisi pendekatan atau menghindaran. Misalnya, ketika orangtua takut terhadap laba-laba, anak akan ikut takut juga dengan laba-laba. Dari sini dikatehui bahwa kecintaan ayah Charlie terhadap sepatu telah mendorong Charlie untuk mempertahankan toko sepatunya. Charlie merasakan ikatan emosi yang hampir sama dengan perasaan ayahnya ketika mengenang kembali memori tersebut.

Teori Gestalt
      Gestalt berpendapat bahwa tugas umum psikologi adalah memahami bagaimana individu mempersepsikan lingkungan geografisnya. Mereka mengidentifikasikan persepsi sebagai proses pengorganisasian stimulus yang diamati. Dalam cerita Kinky Boots, Lola yang beradu Panco dengan Don, lalu lola  mengalah karena ia melihat ke lingkungannya (Don) yang populer dan sudah menang beberapa kali dalam setiap pertandingan. Ia mengalah, karena menurutnya kemenangan akan pertandingan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi beberapa orang. Dan keinginan Lola sebenarnya adalah mengambil respect dari Don.

Teori Thorndike
             Terkadang tidak cukup hanya sebuah scene yang dapat menjelaskan suatu proses pembelajaran ada banyak scene yang dapat menjelaskannya. Dalam film ini kami merangkuma jalan cerita dari “kinky boots ” dan memandangnya berdasarkan hukum belajar Thorndike. Thorndike mengidentifikasi 3 hukum belajar, yakni:
      1.     Law of readiness : adanya kematangan fisiologis untuk proses belajar tertentu
      2.    Law of Exercise : adanya latihan yang berulang-ulang
      3.    Law of effects : adanya konsekuensi yang positif

        Charlie yang sudah dewasa secara fisik serta memiliki tunangan menandakan bahwa ia memiliki kematangan secara fisiologis untuk proses belajar sebagai seorang pemimpin perusahaan. Ketika perusahaan tersebut hampir bangkrut karena kurangnya menarik minat pasa mengenai sepatu yang mereka keluarkan. Membawa jalan dia untuk membuat inovasi baru yang selama ini dia tidak pernah tekuni yaitu membuat sepatu untuk waria. Dalam hal ini dia belajar berulang-ulang agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Dia menerima kritikan dari lola yaitu waria yang menjadi inspiratornya.
           Hasil rancangan mereka akan di pamerkan pada perlombaah di Milan. Walaupun gagal memamerkan hasil rancangannya karena Charlie terjatuh dan akhirnya lola datang membantu. Dapat dikatakan dalam pameran tersebut pada akhirnya menmbuahkan hasi. Walaupun tidak diperlihatkan bagian Charlie yang sukses tetapi pada film ini ditunjukkan bahwa rancangannya diterima dan diminati oleh orang-orang. Hal ini menandakan bahwa hasil belajarnya mendapatkan konsekuensi positif mengenai debut sepatu buatannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments


Teori-Teori Belajar Awal


A.  Pengkondisian Klasik dan Koneksionisme
Pengkondisian klasik  dan koneksionisme merupakan pendekatan untuk mempelajari perilaku.

Behaviorisme
Asumsi dasar tentang belajar :
1.   Yang menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang diamati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal kejadian
2.    Perilaku dipelajari melalui elemen yang paling sederhana (stimulus dan respon yang spesifik)
3.    Proses belajar adalah perubahan behavioral.

Ivan Pavlov
Melatih refleks dalam merespon stimulus baru memerlukan pemnasangan berulang kali antara stimulus tersebut dan stimulus yang secara alamiah memunculkan refleks. Sebagai hasilnya, CS akan menimbulkan CR. Hal inilah yang disebut pengkodisian klasik.

John Watson
Watson sepakat dengan sigmund freud bahwa kehidupan emosi dewasa dimulai sejak massa bayi dan emosi itu dapat ditransfer dari suatu objek atau kejadian lainnya. Watson berpendapat bahwa proses ini melibatkan pengkondisian atas 3 reaksi dasar (cinta, marah, takut) pada situasi yang berbeda.

Koneksionisme Edward Thorndike
Koneksionisme ini dirujuk sebagai teori behaviorisme, Namun berbeda dari pengkondisian klasik dalam 2 hal, yaitu:
1.     Thorndike tertarik dengan proses mental
2.    Thorndike meneliti perilaku mandiri/sukarela
Thorndike mengidentifikasi 3 hukum belajar, yakni:
1.     Law of effects
2.    Law of Exercise
3.    Law of readiness

B.  Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt menentang behaviorisme pada pertengahan abad ke-20. Ia berfokus pada persepsi dalam belajar. Perkembangan utama dalam belajar dan pemikiran adalah pengalaman wawasan perbedaan antara arbitrer dan belajar bermakna, serta studi pemecahan masalah.
Asumsi Dasar teori gestalt adalah:
1.     Yang mestinya dipelajari adalah perilaku molar, bukan perilaku molecular
2.    Organisme merespons “keseluruhan sensoris yang tersegregasi” atau gestalten ketimbang pada stimuli spesifik atau kejadian-kejadian yang terpisah dan independen.
3. Lingkungan geografis, yang hadir sebagaimana adanya, berbeda dengan lingkungan behavior yang merupakan cara sesuatu muncul
4.    Organisasi lingkungan sensoris adalah interaksi dinamis dari kekuatan-kekuatan dalam struktur yang mempengaruhi persepsi individu.
Psikologi Gestalt memberi kontribusi beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah, yaitu:
1.     Pengalaman wawasan
Melibatkan reorganisasi persepsi seseorang untuk melihat solusi
2.    Belajar berubah-ubah dan bermakna
Mengidentifikasi masalah untuk menyusun solusi yang memiliki nilai fungsional, peran penemuan pemecahan masalah yang bermakna dengan panduan, dan menghindari pembatasan pemecahan masalah.

C.  Perbandingan antara Behaviorisme dan Teori Gestalt

Karakteristik Utama
Behaviorisme
Teori Gestalt
Asumsi dasar
a. Perilaku yang dapat diamati, bukan even sadar atau mental, harus dipelajari
b.    Belajar adalah perubahan
c. Hubungan antara stimuli dan respon harus dipelajari

Individu bereaksi kepada sebuah kesatuan; karena itu, pembelajaran adalah organisasi dan reorganisasi bidang sendoris. Kesatuan tersebut memiliki properti baru yang berbeda dari yang ada pada elemen tersebut.
Eksperimen Umum
a.    Trial dan error
b. Respons emosional atau refleks
Mengorganisasikan kembali: subjek ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi.

Formula belajar
a.    Stimulus-respons-imbalan
b.    Respons emosional:
Stimulus 1 + stimulus 2= respons
Konstelasi stimuli – organisasi-reaksi




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments